Dalam
perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia mengalami berbagai
macam interpretasi dan manipulasi poliltik sesuai dengan kepentingan penguasa
demi kokoh dan tegaknyakekuasaan yang
berlindung di balik legitimasi ideology Negara Pancasila. Dengan kata lain
Pancasila tidak lagidijadikan Pandangan hidup bangsa dan Negara
Indonesia.Berdasarkan kenyataan tersebut diatas gerakan reformasi berupaya
untuk mengembalikan kedudukan dan fungsiPancasila
yaitu sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang direalisasikan dalam TAP SI
MPR No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga
pencabutan Pancasila sebagai satu-satunyaazas bagi Organisasi Sosial Politik
(ORSOSPOL) di Indonesia.Pancasila merupakan pandangan hidup dan falsafah bangsa
Indonesia yang mana dahulu pernah akan digantikankeberadaannya dari hati sanubari rakyat Indonesia oleh paham ideology
lain. Pancasila adalah pandangan hidupyang ber-Ketuhanan Maha Esa yang
artinya bahwa manusia adalah makhluk ciptaan tujan yang wajib percaya danmenyembah-NYA. Pancasila menjunjung tinggi
kemanusiaan, keadilan, persatuan, kesatuan, keserasian,keselarasan dan keseimbangan. Pancasila bersifat
akomodatif dan menganut system pemerintahan demokrasi berdasarkan
kebijaksanaan musyawarah dan mufakat. Pancasila diamalkan melalui pembangunan
nasional dalamempat bidang politik, ekonomi,
social budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mendalami nilai-nilai luhur Pancasila
tentu kita sadar dan yakin akan keunggulan Pancasila.Hal-hal tersebut diatas
merupakan modal utama untuk menangkal bahaya laten komunisme ataupun laten-laten
yanglain. Cara pandang masyarakat mengenai
Pancasila mulai masa Orde Baru sampai Orde Reformasi mengalami perkembangan
persepsi yang berbeda. Masa Orde Baru dimana penerapan Pancasila dilaksanakan
secara konsistendan terarah walaupun masih
banyak penyimpangannya. Dari dulu hingga sekarang kita kenal dengan
WawasanNusantara
yang artinya
cara pandang
bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungan nya
kini lambat laun pudar dan
hampir-hampir siswa sekolah kurang mengerti akan hal ini, itu merupakan salah
satu contoh kemundurandari penerapan dari nilai-nilai Pancasila. Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang biasa kita kenaldengan P4 mungkin merupakan salah satu contoh
upaya pemerintah dalam menanamkan nilai-nilai luhur yangterkandung dalam
Pancasila tapi pada masa reformasi nilai-nilai tersebut mulai pudar dan hilang
dalam pandanganmasyarakat Indonesia. Pada
masa reformasi penghayatan dan pengamalan Pancasila rupanya mulai hilang dari benak
warga Indonesia. Ancaman disintegrasi bangsa merupakan salah satu contoh
kurangnya pemahaman terhadapnilai luhur Pancasila. Toleransi beragama pun juga
mengalami pengapuran. Jadi bila dibandingkan dengan masa
reformasi
penerapan nilai-nilai luhur Pancasila lebih baik pada masa orde baru yang
pelaksanaannya dilakukandengan
konsisten serta tanggungjawab. Tapi mengapa TAP MPR No. 2 tahun 1978 di cabut
tanpa harus ada formula penggantinya?
Banyak sekali permasalahan yang harus kita sikapi dengan cermat mengenai
perlunya kitamemahami Pancasila dan bagaimana menjalankannya secara
murni dan konsekuen ?PANCASILA dan PERMASALAHANNYAIsu SARARealitas budaya
nusantara yang plural berdasarkan kemajemukan komunitas etnis yang hidup di
atas pulauatau gugusan pulau yang dipisahkan oleh lautan menunjukkan berbagai
macam perbedaan. Perbedaan peta geografisdan etnis-kultural inilah yang
berpotensi sebagai sumber dari berbagai jenis konflik yang timbul secara
alamiah atauyang dengan sengaja direkayasa menjadi konflik. Jenis konflik
ditimbulkan, antara lain, oleh isu SARA dan olehadanya ketegangan antara
keinginan untuk mempertahankan diri sebagai komunitas lokal pada satu sisi, dan
padasisi lain lemahnya perekat keadilan yang seharusnya dapat merekat seluruh
komunitas agar dapat mempersatukandiri
sebagai sebuah bangsa dengan makna dalam ungkapan bhinneka tunggal ika sebagai
jatidiri.Secara alamiah timbul
konflik pada sebagian komunitas nusantara yang ingin mempertahankan identitaskomunalnya
dalam konteks etnis-kultural, termasuk SARA, menghadapi nasionalisme melalui
arus transformasi politik yang ingin membangun sebuah masyarakat baru,
yaitu masyarakat bangsa dari seluruh komunitas nusantarayang hidup di dalam
bekas wilayah jajahan Hindia Belanda yang heterogenik. Berdasarkan keinginan
alamiah inilah pula, maka ada elite
yang ingin daerahnya merdeka sebagai negara atau merdeka di dalam status negara
federalsetelah proklamasi 17 Agustus
1945.Di antara konflik yang paling meresahkan ialah konflik yang
bersumber dari isu SARA dan isu yang ditimbulkanoleh kecenderungan kuat
sebagian warga dan kelompok komunitas nusantara yang menolak persatuan
Indonesia(NKRI) atau tak menginginkan terbangunnya masyarakat baru yang bernama
bangsa Indonesia. Konflik di dalammembangun
sebuah masyarakat bangsa yang utuh, aman, dan damai ditimbulkan oleh transformasi
politik yangdiwujudkan melalui pembangunan bangsa secara tak adil atau yang
menyimpang dari tujuan nasional sebagaimanifestasi
dari kepentingan bersama.Secara fenomenal dapat disimak bahwa sebagian
kerusuhan dan pemberontakan di sejumlah daerah bermuatan bibitkonflik yang berisu SARA atau berisu separatisme.
Sebagian pemberontakan yang bernuansa separatismedisebabkan oleh
kesenjangan dari proses pembangunan dan hasilnya antara pusat dan daerah.
Keadilan yang tidak dapat atau kurang
dinikmati, baik di dalam partisipasi pembangunan, maupun di dalam penikmatan
hasil pembangunan antara pusat dan daerah, telah melahirkan
kesenjangan yang mengundang konflik dan keteganganyang berkembang menjadi
pemberontakan.Pemadaman pemberontakan
terhadap gerakan separatis di sejumlah daerah, seperti RMS, PRRI/Permesta,Daud
Beureu di Aceh, Kartosuwiryo di Jabar, Kahar Muzakkar di Sulsel, dan gerakan
OPM, secara militer atausecara represif tidak menyelesaikan akar persoalan.
Selama keadilan yang menjadi substansi utama yang dapat
merekat segenap masyarakat plural di
atas bumi nusantara gagal diwujudkan, selama itu potensi konflik akan tetapmengancam, termasuk ancaman politik yang bernuansa
separatisme.Berbagai kerusuhan yang
bernuansa SARA selama ini dan api pemberontakan di tahun 50-an dan
sesudahnya beraroma separatisme sudah berhasil dipadamkan. Namun, bara
apinya mungkin saja masih tersisa. Lanjutantindakan pemulihan kehidupan
masyarakat melalui pembangunan yang berkeadilan dan berkeseimbangan
adalah jawaban jitu untuk benar-benar memadamkan seluruh sumber api
kerusuhan dan pemberontakan dalam berbagai bentuknya.
Terwujudnya keadilan akan menyempitkan kesenjangan sebagai lahan subur bagi
tumbuh dan berkembangnya potensi konflik, baik yang bernuansa SARA,
maupun yang bermuatan isu separatisme.Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi
perbincangan di kalangan publik tentang maraknya paham-pahamsesat yang sangat
meresahkan bahkan sampai kasus penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu
ormas agamatertentu tehadap agama lain
sangat mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Bila kita bertolak
dari dasar Negara kita yaitu Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa Indonesia
khususnya sila pertama
Ketuhanan Yang
Maha Esa
telah dijelaskan secara gamblang bahwa
setiap warganegara Indonesia diwajibkanmemeluk agama yang telah ada untuk
diyakini. Dalam pengertian inilah maka Negara menegaskan dalam Pokok Pikiran ke – IV UUD 1945 bahwa
“Negara berdasar atas Ketuhanan yang
Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Pada proses reformasi dewasa ini di
beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber
pada masalah SARA khususnya masalah agama. Hal ini menunjukkan kemunduran
bangsaIndonesia kearah kehidupan beragama
yang tidak berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi kehidupan beragama
yang berdasarkan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
. Bila kita
mengerti dan memahami apa yangtelah dijabarkan dalam butir-butir Pancasila
tentunya kasus-kasus konflik social yang menjurus pada SARAtentunya dapat kita hindari.
Dengan semangat saling menghormati
perbedaan keyakinan, toleransi beragama dantenggang
rasa tentu kita bisa mewujudkan suasana kehidupan yang harmonis dan penuh
kerukunan menuju Indonesia yang Merdeka seutuh-utuhnya.
Hak Asasi Manusia (HAM)Masalah HAM menjadi salah satu pusat perhatian
manusia sejagat, sejak pertengahan abad kedua puluh.Hingga kini, ia
tetap menjadi isu aktual dalam berbagai peristiwa sosial, politik dan ekonomi,
di tingkat nasionalmaupun internasional.Menurut konsiderans UU Hak Asasi
Manusia No. 39 tahun 1999 bahwa yang dimaksud dengan hak asasi manusiaadalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa danmerupakan
anugerah-NYA yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintahdan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Disamping itu menurut UU No.39
ttahun 1999 tersebut juga menentukan Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar
atau hak-hak pokok yangdibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa. Hak Asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang lain.
Hak Asasi tidak
dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak karena penuntutan pelaksanaan hak
asasi secaramutlak
berarti melanggar hak asasi yang sama dari orang lain.Menurut sejarahnya asal mula hak asasi manusia ialah dari
Eropa Barat
yaitu
Inggris.
Tonggak pertamakemenangan hak asasi manusia ialah
pada tahun 1215 dengan lahirnya
Magna Charta
. Perkembangan berikutnyaialah
adanya revolusi
Amerika 1776
dan revolusi
Perancis 1789
. Dua revolusi dalam abad ke XVIII
ini besar sekali pengaruhnya pada perkembangan hak asasi manusia.Hak Asasi
Manusia yang kemudian disingkat HAM adalah permasalahan yang selama dua atau
tiga tahun terakhir menjadi bahan perbincangan masyarakat. Banyak contoh
kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.Pelanggaran HAM pada saat
pelaksanaan jajak pendapat Referendum Timor Timur. Kasus Daerah Operasi
Militer (DOM) di daerah Serambi Mekkah
Aceh yang banyak menelan korban jiwa dari pihak masyarakat sipil dandisinyalir
banyak di lakukan oleh oknum-oknum tentara yang notabene adalah para
aparat-aparat Negara sampaidengan kasus sengketa tanah yang melibatkan salah
satu unsur alat pertahanan negara yaitu tentara dalam hal iniMarinir dengan
warga Alas Tlogo Pasuruan. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang
terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Banyak tokoh yang dinyatakan sebagai
tersangka tapi pada kenyataannya para pelaku masih bebas berkeliaran sementara keluarga korban menanti kepastian hukum
tentang apa yang dialaminya. Tapi perlu kitaketahui sebenarnya kesalahan
maupun pelanggaran itu juga tidak sepenuhnya dilakukan oleh para oknum tentara.Masyarakat sipil mempunyai hak untuk hidup tentara
pun demikian.
UU No. 39 tahun
1999
juga menentukanKewajiban Dasar Manusia yaitu seperangkat
kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkanterlaksana
dan tegaknya hak asasi manusia. Seperti yang tertuang dalam
Undang-undang Dasar 1945 pasal 28iayat 5
(amandemen ke 2) yang berbunyi
“Untuk menegakkan dan melindungi hak
asasi manusia sesuai dengan prinsip
Negara hukum yang demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur
dan dituangkandalam peraturan perundang-undangan”
.
Pasal 28j ayat
1 dan 2
(amandemen ke 2) yang intinya setiap
manusiawajib menghormati hak asasi manusia dan wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan oleh undang-undangsesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakatdemokratis.
Jadi dalam masalah ini kita perlu secara cermat menanggapi kasus-kasus seperti
ini karena permasalahan yang demikian sangatlah kompleks dan sangat
rentan terhadap perpecahan atau ancaman diintegrasi bangsa.Hak Asasi
Manusia: Makna dan Historisitas.Dari membandingkan beberapa definisi tentang
hak, ia dapat dimaknai sebagai sesuatu nilai yang diinginkanseseorang untuk melindungi dirinya, agar ia dapat
memelihara dan meningkatkan kehidupannya danmengembangkan
kepribadiannya. Hak itu mengimplisitkan kewajiban, karena pada umumnya
seseorang berbicaratentang hak manakala ia mempunyai tuntutan yang harus
dipenuhi pihak lain. Dalam pergaulan masyarakat, adalahmustahil membicarakan
tanpa secara langsung mengaitkan hak itu dengan kewajiban orang atau pihak
lain.
Dari sejumlah hak-hak manusia itu
ada yang dinilai asasi. Dalam kata asasi terkandung makna bahwa
subjek yang memiliki hak semacam itu adalah manusia secara keseluruhan,
tanpa membedakan status, suku, adat istiadat,agama,
ras, atau warna kulit, bahkan tanpa mengenal kenisbian relevansi menurut waktu
dan tempat. Dengandemikian, hak asasi manusia haruslah sedemikian penting,
mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.Kesadaran akan hak asasi dalam peradaban Barat
timbul pada abad ke-17 dan ke 18 Masehi sebagai reaksiterhadap keabsolutan
raja-raja kaum feodal terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang
mereka pekerjakan. Sebagaimana dapat diketahui dalam sejarah,
masayarakat manusia pada zaman dahulu terdiri dari dualapisan besar : lapisan
atas, minoritas, yang mempunyai hak-hak; dan lapisan bawah, yang tidak
mempunyai hak-hak tetapi hanya mempunyai kewajiban-kewajiban, sehingga mereka
diperlakukan sewenang-sewenang oleh lapisanatas.
Kesadaran itu memicu upaya-upaya perumusan dan pendeklerasian HAM, menurut
catatan sejarah HAM berkembang melalalui beberapa tahap. Hal ini
terutama dapat dilihat dalam sejarah ketatanegaraan di Inggris danPrancis.
Yaitu ditandainya dengan keberhasilan rakyat Inggris memperoleh hak tertentu
dari raja dan pemerintahanInggris yang dituangkan dalam berbagai piagam
seperti:
Petition Of Rights
tahun 1628,
Habeas Corpus Act
tahun1679 dan
Bill Of Rights
tahun 1689 serta dikeluarkannya
Declaration des
D du Citoyen
tahun 1789 di
Prancis.Selain dua negara di atas,
Bill Of Rights
juga terjadi di negara bagian
Virginia tahun 1776, deklarasi kemerdekaan13 Negara Bagian Amerika Serikat
tahun 1789.Setelah berakhirnya perang dunia
I dan II dibentuk PBB dan dikeluarkan pernyataan HAM internasional :
Universal Declaration of Human
Rights
pada tanggal 10 Desember 1948, dan
disusul dengan
Covenant on Civil and Political
Rights
tahun 1966 dan
Covenant on Economic, Social and
Cultur Rights
tahun 1966 dan
Optional Protocol
to he Covenant on Civil and Political Rights
tahun 1966. Kempat dokumen HAM
internasional seringdisebut sebagai
The International Bill Of Human
Rights.
Dokumen-dokumen
tersebut merupakan instrumen normatif HAM internasional yang harus dihormati
dandipatuhi oleh setiap negara anggota
PBB. Bahkan dalam
Covenant on Civil and Political
Rights
dimuat beberapaHAM yang penerapannya tidak dapat diperkecualikan
meskipun dalam keadaan sabagai luar biasa. Apapunkedaaannya hak-hak yang
dianggap sebagai intisari dari HAM harus tetap dihormati.Adanya pengakuan dan perlindungan kedudukan
pribadi dalam instrumen HAM tersebut menunjukkanadanya kemajuan dalam
nilai dan norma yang mendasari hubungan antar negara. HAM yang dulu lebih
merupakanurusan dalam negri masing-masing negara telah bergeser menjadi nilai
dan hubungan internasional, yaitu dibuktikandengan
adanya persetujuan semua negara, setidak-tidaknya negara-negara anggota PBB
terhadap deklarasi,konvensi dan konvenan HAM internasional.Deklarasi PBB
tersebut dapat diklasifakasikan dalam tiga katagori:Hak sipil dan hak ploitik,
hak persamaan /kemerdekaan sejak lahir (pasal 1), hak untuk hidup (pasal 3),
hak untuk memperoleh keadilan didepan
hukum (pasal 6-8), hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi (tidak
Posting Komentar